Masih Ada : Mengenal Kearifan Lokal Sosial Budaya Muntilan
Kebudayaan yang selalu mencoba untuk
bertahan secara relevan mengikuti perjalanan jaman. Pada hakikatnya,
kebudayaan yang hidup dan melekat pada jiwa suatu bangsa, sudah layak
dan sepantasnya menjadi sebuah kebanggan yang dirasakan dan dimiliki
bersama oleh seluruh insan yang bernaung di dalam bangsa itu sendiri.
Budaya hadir sebagai sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan bersama
serta sebagai sesuatu yang mepersatukan.
Menurut pandangan saya, kearifan
lokal merupakan nilai-nilai kehidupan yang tumbuh dan berkembang di
suatu masyarakat. Dalam kehidupan sosial budaya, kearifan lokal hadir
untuk membangun rasa kerinduan akan kehidupan tempo dulu yang kemurnian
budaya dan kejayaannya untuk bertahan terasa ‘sulit’ diwujudkan dijaman
sekarang ini. Kita tak bisa mengelak bahwa sedikit banyak, kita belajar
dari kehidupan dahulu yang sering kita sebut sebagai sejarah. Dengan
mengetahui sejarah, sudah sepatutnya kita belajar dari masa-masa
keemasan dimana budaya masih kental melekat di hati setiap komponen di
negeri ini.
Dalam hal ini, kearifan lokal memegang
peran penting untuk menjembatani pola pikir kehidupan masa lalu dengan
masa sekarang dalam rangka mencetak kader pemimpin bangsa yang mencintai
bangsanya sepenuh hati dan bersedia berjuang sehidup semati untuk
Indonesia. Dengan kata lain, kearifan lokal merupakan landasan dasar
suatu bangsa untuk menemukan jati diri dan identitasnya secara mandiri.
Namun, waktu yang terus bergulir bersama
perkembangan jaman seakan menenggelamkan apa yang sudah dipertahankan
selama ini : kehidupan sosial budaya. Budaya barat dan berbagai
pembangunan di segala bidang yang berkembang sedemikian pesatnya seolah
menjadi raksasa ‘penyedot’ kebudayaan lokal beserta kehidupan sosial
yang berkembang didalamnya. Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau
dengan kebudayaan daerahnya masing-masing yang dipersatukan dalam Budaya
Nusantara. Keindahan kebudayaan Indonesia yang beragam itu disambut dan
dihargai dengan sempurna di mata dunia. Namun, agaknya, di negeri
sendiri, budaya-budaya sempurna itu lambat laun luntur dimakan sang
waktu. Kita sering melupakannya! Kita baru bergerak cepat dan menggungat
liar saat budaya kita diambil oleh negara lain karena keindahannya.
Apakah hal ini yang patut bangsa kita munculkan untuk disajikan ke
permukaan dunia??
Kehidupan sosial budaya bangsa memang
tengah mengundang air mata, namun, perlu saya katakan kepada dunia,
bahwa kekuatan sebuah kehidupan sosial budaya secara utuh masih ada dan
tetap dipertahankan di daerah dimana saya berasal : Kota Muntilan, Jawa
Tengah. Di Muntilan ini, saya masih secara utuh melihat batang hidung
kebudayaan masih ada terlukiskan melalui kesenian serta kehidupan sosial
warga Muntilan sendiri. Tari-tarian Jawa yang berkembang di sini : Tari
Jathilan dan Topeng Ireng masih bernyawa dan diberi penghargaan sangat
baik oleh warganya. Di tempat saya tinggal sekarang di Desa Pepe,
Muntilan, terdapat kelompok kesenian tari Jawa yang tergabung dalam
Sanggar ‘Krida Anom Bhakti’ yang beranggotakan para pemuda dan pemudi
Desa Pepe sendiri. Pentas-pentas tari Jawa ini ditampilkan secara rutin
setiap perayaan Kemerdekaan RI (17 Agustusan), Perayaan Lebaran dan
Natalan bersama yang diikuti oleh seluruh warga Desa Pepe tanpa
memandang kepercayaan atau pun suku yang berbeda.
Selain kesenian, kearifan lokal yang
lain nampak dalam kehidupan warga masyarakat dalam kemajemukan warga
masyarakat Muntilan Kehidupan di Kota Muntilan ini begitu akur, rukun
dan damai. Hal ini nampak pada saat diadakan doa bersama memperingati 40
hari meninggalnya Gus Dur yang diadakan di Klenteng Hok An Kiong
Muntilan pada bulan Januari 2010 yang lalu dengan diikuti oleh setiap
perwakilan dari kelima kepercayaan yang ada yaitu: Agama Buddha,
Katholik, Kristen, Khonghucu, dan Islam. Modernisasi dan kebudayaan
barat yang masuk serta berbagai macam pembangunan di berbagai bidang,
memang menantang warga Muntilan untuk secara selektif memilah dan
memilih. Namun, kehidupan sosial budaya tetap digenggam dan
dipertahankan, tanpa takut termakan waktu. Contoh kearifan lokal di kota
Muntilan ini terwujud oleh peran serta masyarakat dan pemerintah dalam
mewujudkannya. Saya berharap, contoh ini dapat diwujudkan dan berimbas
kepada seluruh komponen Bangsa Indonesia dalam mengembangkan budaya atas
dasar Kearifan Lokal.
Tulisan ini merupakan hasil karya dari Elizabeth Irene Hartanto, siswi SMA PL Van Lith Muntilan yang berhasil meraih Juara III Lomba Menulis untuk Pelajar se-eks Karesidenan Kedu.
0 komentar:
Posting Komentar